Laman

Slide

Senin, 23 Februari 2015

Aturan Islam Memanjakan Perempuan

Oleh: Dra. Hj. Nurni Akma (Ketua Lembaga Hubungan Organisasi, Hukum dan Advokasi Pimpinan Pusat Aisiyah)
Setiap 8 Maret diperingati sebagai hari perempuan dunia. Para aktifi perempuan memanfaatkan moment tersebut untuk menyerukan perjuangan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan. Dalam kacamata mereka, berbagai problem yang menimpa perempuan saat ini terjadi karena adanya diskriminasi dan subordinasi perempuan. Dan ajaran Islam kerap dituduh mendiskreditkan perempuan. Seperti huku, waris, poligami, batasan aurat, dan kepeminpinan laki laki. Padahal jika di telaah, justru Islam yang notabene wahyu ilahi, sangat sayang kepada perempuan. Hukum-hukum yang tampaknya mendiskreditkan perempuan sejatinya menanjakan kaum perempuan.
Pertama, Islam menetepkan hukum waris dalam Al-Qur’an surat An—Nisa 1, satu banding dua, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan. Perempuan mendapatkan setengah bagian dari laki-laki. Ayat ini berkaitan dengan hukum waris ini qath’i, ayat yang sudah jelas mengatur waris. Pembagian ini bukan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Umat islam tetap harus berpegang teguh pada Allah. Tidak bisa diinterpretasikan berdasarkan pikiran semata.
Perlu dipahami, laki-laki mempunyai tanggung jawab yang besar, tidak hanya pada istri tapi juga orang tua dan kaum kerabat yang termaktup dalam surat Al-Baqarah ayat 215.
Jadi bagian warisan anak laki-laki memang lebih besar karena tanggung jawabnya juga lebih besar. Itulah keadilan di mata Allah SWT, yang tidak membebani perempuan dengan tanggung jawab seberat kaum laki-laki dalam hal harta. Tidak tepat adi diartikan sebagai sama rata, sehingga ada yang menuntut hak waris perempuan dan laki-laki satu banding satu. Jika seorang menafsirkan keadilan dalam hak waris perempuan harus sama dengan laki-laki, maka orang tersebut tidak berhukum sesuai dengan ketetapan Allah. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 44,45, 47 barang siapa yang tidak berhukum kepada hukum Allah dikatakan sebagai kafir, dzalim dan fasik. Hukum waris tak hanya berapa jumlah bagian, namun perelu dikaitkan dengan hukum lain, yakni tanggung jawab lak-laki
Kedua, tentang poligami. Islam pada dasarnya menganut pernikahan monogami. Islam juga selalu memberikan jalan keluar berbagai masalah. Islam membolehkan poligami sebagai jalan keluar terhadap persoalan perzinaan. Jalan keluar ini terutama pada kasus seperti istri sakit, dan tidak ingin menceraikan karena cinta. Sedangkan Islam menekankan pentingnya keberlangsungan generasi muda. Poligami juga menjadi jalan keluar bagi laki-laki yang potensi seksualnya tinggi. Poligami mencegah kemaksiatan dan dampak yang ditimbulkan perzinaan. Poligami dapat menghidarkan dari penularan penyakit seksual yang belum pernah ada obatnya seperti HIV/Aids. Rasulullah bersabda dalam hadistnya jika zina sudah teresebar dan dianggap biasa, maka Allah akan menimpakan penyakit yang sulit diobati dan belum pernah dialami umat sebelumnya.
Ayat-ayat poligami diturunkan setelah perang uhud. Saat itu laki-laki banyak terbunuh dan jumlah perempuan lebih banyak. Ada suatu masa jumlah perempuan lebih banyak dari kaum laki-laki. Islam menjaga harkat dan martabat perempuan melalui pernikahan. Dengan menikah perempuan lebih terjaga, memiliki pendamping hidup. Lebig bermartanat walau itu dalam bingkai pernikahan poligami sekalipun. Jadi, poligami justru bentuk sayangnya Allah terhadap perempuan. Perempuan tidak dibiarkan hidup sendiri, tanpa ada yang menafkahi dan melindungi. Ida diberi peluang untuk besar untuk bersuami, meski sebagai istri kedua, ketiga atau ke empat. Bukan kah saat ini banyak perempuan tak berjodoh atau hidup sebatang kara hingga akhir hayatnya?
Sayangnya, ada yang menolak poligami karena menyebabkan diskriminasi pada perempuan. Ini akibat dari pengaruh pemikiran Barat dan penjajah. Seperti kita ketahui bersma Indonesia dijajah Belanda 350 tahun, sehingga pemikiran kita teracuni Budaya barat. Di Eropa, Amerika, Dan Barat poligami dianggap buruk, sedangkan free sex diperbolehkan. Menerima poligami bukan berarti berkiblai kepada Arab Saudi melainkan menerima ajaran Rosulullah SAW. Rasulullah menikah poligami karena tuntutan wahyu, bukan hawa nafsu.
Ketiga, Allah telah menetapkan laki-laki sebagai pemimpin atas kaum perempuan. Ini perlu dilihat juga tanggung jawab yang dipikul laki-laki. Dalam urusan umat, terkait saf shalat perempuan di belakang laki-laki. Ini juga sudah ditetapkan oleh Allah. Persoalan sebenarnya adalah di masyarakat Indonesia, fasilitas sholat perempuan di tenpat ibadah umum kurang memadai, tempatnya sempit, kecil, kotor dibelakang lakilaki. Ini menimbulkan kesan kurang baik bagi aktivis perempuan. Mustinya dibenahi, bagaimana supaya harkat perempuan terangkat dengan memberikan tempat shalat yang bagus seperti laki-laki.
Jika Allah menetapkan perempuan berada disaf belakang pasti ada hikmahnya. Bagi orang yang menolak ketetapan ini mungkin tidak memahami konsep aurat. Perempuan jika berada di depan laki-laki akan memunculkan potensi seksual laki-laki. Iini juga kurang dipahami. Oleh karena it, Allah mengisahkan bagaimana Musa meminta putri syu’aib untuk berjalan di belakangnya, ini semata menjaga kehormatan perempuan.
Belum lama ini, saya berkunjung ke malaysia dalam suatu forum yang membahas isu-isu keperempuanan. Ada upaya untuk melakukan dorongan dan tekanan kuat kepada pemerintah untuk mengubah peraturan perundangan khususnya tentang keluarga, pernikahan dan yang dianggap kurang setara dengan gender. Ada beberapa isu yang diperjuangkan yang tidak penulis setujui. Misalnya saja dibahas keberhasilan pelarangan poligami di Suriah. Ini dianggap sebagai lompatan besar, langkah sangat maju dalam perjuangan menuju kesetaraan perempuan. Hal ini serupa akan dilakukan di Indonesia serta berbagai negeri Islam lainnya.
Untuk itu, hendaknya para muslimah ikut mengawal peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan syari’ah. Khususnya di dalamnya terdapat kepentingan perempuan. Semakin banyak perempuan yang memahami konsep Islam memuliakan perempuan maka perundang-undangan yang dilahirkan akan sesuai syari’ah Islam.
Perempuan hendaknya ikut terjun dalam politik. Islam tidak melarang perempuan berpolitik, yang utama, perempuan bersama laki-laki bahu membahu melakukan pencerdasan politik Islam, memahamkan bagaimana Islam Kaffag, bagaimana Islam mengatur dan memuliakan perempuan, sehingga muncul kesadaran masyarakat ingin melaksanakan syari’ah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Kita hendaknya juga mengubah pola pikir materi menuju pola pikir ilahi. (tulisan beliau ini di muat di tabloid media ummat, edisi 8 9-22 Rabi’ul Awal/6-19 Maret 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar